Halaman

Rabu, 25 Juni 2014

Ga jadi lucu.

Gue semalem baru nonton "Cahaya dari Timur - Beta Maluku" (harus nontooon), sangat menginspirasi dan menghibur. Senang ngeliat anak-anak muda berjuang melawan trauma akibat konflik dengan olah raga.

Gue ga akan ngebahas kualitas film lebih jauh, gue yakin udah banyak yang nulis review dengan lebih mumpuni.

Semalem gue terhenyak di adegan Salembe ( Bebeto Leutally) mengelus photo mendiang ayahnya, juga saat Jago menantang Salembe apakah dia juga tahu rasanya kehilangan seorang ibu saat kerusuhan.

Di saat itu gue teringat sama satu cerita di Jogja di tahun 2000-an awal. Gue sampai kemarin masih nyengir dalam hati kalau inget, tapi semalam menjadi ga lucu lagi.

Tentang seorang anak Ambon kelas 2SMP, yang dengan kekritingannya itu, juga legam kulitnya, selalu ceria. Satu hari ia tercenung di kelas, ditanya sama temannya, "kowe ngopo kok meneng wae" - kamu kenapa kok diam saja, si keriting menjawab "be rindu, beta pu mama" jawabnya polos dengan logatnya yang kental. Gue ketawa waktu diceritain, mukanya keras tapi kok mellow. 
Atau saat dia pergi ke kantin terus mau jajan permen, ke Ibu Kantin dia bilang "mama, mau beli gula-gula kaki". hahaha


Si Ambon ini adalah teman sekelas dari sodara sepupu jauh gue, Joy. Saat itu, seperti kita tau Ambon baru ada kacau (baca dengan logat Indonesia Timur), anak anak dari pengungsian ini, yang tercerai berai dari keluarganya, oleh beberapa relawan, atas seijin keluarganya di bawa ke Jogja demi keamanan, kesehatan dan agar mereka bisa tetap sekolah.

Si anak Ambon (damn! gue lupa namanya. Maafkan kaka, ye) adalah salah satu dari anak anak pengungsian.  Ayahnya konon sudah meninggal, Ibunya masih di Ambon. 
Sampai kemarin, cerita tentang anak ini lucu. Tapi berhenti sampai tadi malam. Pasti sakit sekali terpisah dari keluarga, memendam rindu pada bunda, tak berdaya. 

Berapa banyak anak yang mati sia-sia karena konflik yang ia tidak mengerti sebabnya, berapa anak yang menyimpan dendam dan amarah dan terbunuh masa depan karenanya. Berapa banyak Ibu atau Ayah yang tidak lagi bisa menautkan jemari ke tangan anaknya dan membisikan doa-doa kala malam. 

Ga ada yang lucu dari konflik. Tidak ada gajah, tak ada pelanduk, semua mati di tengah-tengah.  Jika kau bilang kau mencintai Tuhan, seharusnya kau juga mencintai ciptaanNya, yang beragam itu. 

Terimakasih buat Glenn F dkk yang sudah mengangkat kisah Sani T.
Tuhan memberkati. Semoga kita damai selalu.