Halaman

Sabtu, 22 Oktober 2011

Isengan

Hawa Jakarta beberapa bulan belakangan ini keparat banget panasnya.
Bikin emosi ga stabil.

Adalah salah banget beberes kamar di siang bolong. Kebiasaan hoarding gue terutama yang jadi masalah. susah banget ngebuang benda-benda ga penting. Selalu mikir, ah bisa gue keep, someday bisa gue jadiin apa. Pertanyaannya, kapan mau dikerjaiiin?
Setahun yang lalu gue rajin banget bikin ini itu. Tahun ini ga produktif sama sekali, bahkan bikin pudding aja yang biasanya hobi utama ga pernah dilakuin sama sekali.

Jadi, beberes kamar ga kelar-kelar. Frustasi ama panas plus ga tegaan buang-buangin sampah.

Contohnya, belt itu. Itu ikat pinggang tali-tali. Lucu sih, kalo perut gue masih kaya 3 tahun yang lalu. Haha. Kalo sekarang pake belt itu, rasanya kaya karung beras ditaliin.

Harusnya disingkirkan aja kan ya?
Tapi aku ga bisa. Dipegang-pegang. Gue jadiin apa yaa.
Akhirnya karena gemes, ambil gunting, ukur, ambil beberapa biji-bijiannya dan.....taraaaaa! Jadilah gelang! Yang bisa diadjust besar lingkarannya. Yay.

Tapi masa dijadiin gelang semua? Aaaaaarh. Simpen lagi ah. Hihi
Sent from Red Riding Hood
powered by you. halah. *signature macam apa inih*

Rabu, 19 Oktober 2011

Egalia Pre-school

Sebuah sekolah pre-school di Swedia bernama Egalia menjadi bahan pembicaraan diantara para pengamat sekolah. Mereka merupakan sekolah pertama yang mengusung tema kesetaraan gender sebagai fokus utama pengajaran di sekolah. Metodenya ngga tanggung-tanggung. Para guru di sekolah tersebut menghindari penggunaan kata "him" atau "her" (han dan hon dalam bahasa Swedia) agar para muridnya tidak perlu memusingkan teman-temannya itu laki-laki atau perempuan. Mereka menggunakan kata "hen", yang sebenernya ngga ada di kosa kata bahasa Swedia sebagai kata ganti panggilan orang ketiga yang memiliki sifat gender. Selain itu tentunya mereka juga membebaskan muridnya untuk bermain dengan siapa saja dan mainan apa saja, terlepas dari jenis kelamin mereka. Mereka juga menghindari cerita-cerita yang menurut mereka sangat mendiskriminasi gender seperti cinderella dan barbie. Buku-buku cerita yang terdapat di sekolah mereka juga sangat bervariasi dalam menggambarkan suatu keluarga. Keluarga tidak selalu harus ada ayah dan ibu, tapi juga pasangan homoseksual (2 ayah atau 2 ibu) maupun single parent.

Sekilas tujuan sekolah ini memang bagus. Tapi gue rasa agak terlalu berlebihan dalam usaha memperjuangkan nilai kesetaraan gender karena sepertinya mereka berusaha menghilangkan "gender" itu sendiri. Which is kinda impossible.Gender dan jenis kelamin tentu saja berbeda. Gender dan jenis kelamin juga ngga harus searah atau sama. Misalnya, kalau lo laki-laki artinya lo harus jadi yang kuat, jago olah raga dan berwibawa, atau kalau lo perempuan lo harus bersikap lembut, suka dengan boneka dan jago masak. Kayaknya pandangan seperti tu udah kuno banget ya.. Tapi kita ngga juga ngga bisa membuang gender itu sendiri karena gender memang berpengaruh sekali dengan peran seseorang dalam bersosialiasi. Gender juga masih sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kalau jenis kelamin ngga mungkin dihapus, bagaimana mungkin kita berusaha melupakan gender.

Manusia terlahir dengan perbedaan fisik yang sangat jelas antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki ngga bisa mengandung seorang anak dan wanita ngga bisa memproduksi sperma. Ngga hanya alat kelamin, kekuatan otot yang dimiliki oleh pria dan wanita pun diciptakan berbeda walaupun keduanya membentuk otot sebaik-baiknya. Perbedaan fisik yang ada juga sangat nyata mulai dari hormon hingga ukuran otak. Perkembangan psikologis/emosi antara laki-laki dan perempuan pun sangat berbeda. Ngga hanya dari pengaruh lingkunan, tapi  juga karena perbedaan hormon dan otak ini yang menyebabkan laki-laki dan perempuan memiliki perkembangan emosi yang berbeda. Bisa kelihatan jelas kan kenapa gender itu ngga mungkin dihilangkan dan tetap penting?

Kesetaraan gender tentunya penting untuk dipegang sebagai pandangan hidup. Karena menurut gue, dari perbedaan antara laki-laki dan perempuan, disitulah letak kesetaraannya. Ada hal-hal yang memang laki-laki sedikit lebih baik dalam mengerjakan, ada juga hal-hal yang perempuan sedikit lebih baik dalam mengerjakan. Bukan berarti juga ini jadi hal yang hitam putih. Gue sangat mendukung kalau seorang anak dibiarkan bermain dengan mainan yang menurut dia paling dia minati. Anak cowok main masak-masakkan, apa yang salah? Berapa banyak chef terkenal dunia yang berjenis kelamin wanita memangnya? Anak cewek main pistol-pistolan, apa yang salah? Memangnya di dunia ngga ada satu pun polisi atau tentara perempuan? Tapi rasanya yang dilakukan sekolah Egalia ini sedikit terlalu berlebihan. Mengajarkan kesetaraan gender ngga perlu sampai harus tidak menggunaan kata ganti "him" atau "her" hingga tidak memperkenalkan cerita-cerita seperti cinderella. Anak laki-laki dari raja akan selalu disebut Pangeran dan anak perempuan dari raja akan selalu disebut Putri.

FYI aja sih. Mari kita tingkatkan kesadaran kesetaraan gender, tapi jangan mengorbankan perkembangan normal seorang anak. Mungkin pengajaran seperti itu berhasil di lingkungan kecil Swedia karena Eropa Utara memang paling toleran dengan hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan seksual. Tapi pada perkembangannya si anak akan mengalami clash dengan norma dan budaya pada umumnya. Kenapa ngga lebih menekankan pada pengajaran compassion, respect dan menentang rasa benci yang berlebihan. What do you think?

Rabu, 12 Oktober 2011

Update ga penting.

Beberapa waktu lalu, gue mengunjungi Mithya, dia lagi sendirian di rumah. Sudah hampir sebulan kita ga ketemuan. 
Pas kebetulan bisa pulang cepat dan gue rasa lalu lintas Jakarta belum terlalu keparat, gue pikit it would be nice kalau bisa dinner bareng.
1 Jam dijalan, sampai juga akhirnya.
 
Masukin motor, cuci tangan, meluk Mithya, bau parfum sama minyak tawon. hihi. Tapi lekuk yang gue kenal. Uban-uban berkilauan di kepalanya.
Gue ngedate ama nenek-nenek apa cewe 26 tahun sih yaaa? hehe.
Ih senang deh, bisa naro hidung di tengkuk, menyerahkan waktu di detik itu.
 
Dia nanya gue pengen makan apa, gue bilang pengen makan burung dara goreng mentega. Terus dia ngajakin ke blok 9. Ada semacam food court gitu disana. Jadi pergilah kita mengejar burung dara.
Sempet beranteman standard kita soal jalanan. Mithya itu yaaa, kalo jadi guide buruk banget deh. Mana berdua kita sama-sama budek. hihi.
Gue nanya apa, dia jawabnya apa. Makanya mendingan kita berpetualang sekalian, daripada gue kesel karena seharusnya dia lebih tau tapi ga bisa nge'guide. hihihi. Peaaace aaaayaaanggg.
 
Terus kita muter-muter dulu di dalam komplek food court yang ajaib itu, nuansanya Bronx bener, satu arah lagi dan Mithya menunjukkan ayam gr Bringas.
Kayanya pacar gue salah tangkep lagi.  Terus dia bilang, tadi kamu mau bebek kan, disini enak. Huehehehehehe. Thu kaaaaan. B, burung dara ama bebek itu sama-sama unggas, tapi berbezaaaaa.
Ya udah lah ya, dasarnya gue pemakan segala, makan lah kita disitu. Mithya makan lele goreng krispi dan gue , ayam bakar bumbu bali.
Baik Lele dan ayamnya guede-guede. Kekenyangan sampai ga habis kita. 
 
Udah ceritanya cukup sampai disini. hihi
Gantung? biarin. wek.
 
Sebenernya abis itu kita pulang ke rumah, mampir beli yogurt. terus ndusel-nduselan nonton dvd. Terus gue ketiduran. hihi.
Udah menjelang midnite upik abu pulaaang dengan hati riang.
 
oh yeah.
Kemarin kita juga abis ngedate lagi. Kerokean. Belanja, Dinner. Ketawa-ketawa kaya orang gila. senang.
Lagi lagi lagiiii

Selasa, 11 Oktober 2011

Pelajaran bahasa Indonesia, pengulangan + -an

Apabila suata kata benda diulang dan ditambahkan akhiran -an, artinya adalah pura-pura atau tiruan/bohongan. Jadi restoran ini menjual es mainan XD hati-hati keselek

Ps: ini becandaan cuy. Jangan diseriusin.

Sent from my BlackBerry®

Pelajaran bahasa Inggris - Jas hujan ukuran remaja

Bahasa Inggris anak-anak itu KID.
Kalau remaja itu ditambahin D'nya, jadi KIDD.

Kalau dewasa , 3D gitu?


Hihi.
Sent from Maroon

Nina bobo aja sendiri..hehe

Alkisah tadi malam gue lagi terserang sakit maag akut. Waktu di telpon sama Lushka, keadaannya belum begitu parah. Asal atur napas, sakitnya ga akan terlalu terasa. Sedangkan si Lushka lagi excited banget beli buku tentang pengetahuan binatang yang jorok-jorok. Mulai dari muntahan si binatang sampai kotoran yang dikeluarkan.

Lucu dengerin dia seneng banget sama si buku. Udah cukup lama juga dia nemu buku yang bikin dia bener-bener excited. Tau darimana? Gampang. Dia bakal nyerocos MEMBACAKAN isi buku lewat telpon hihi..bisa jadi dongeng pengantar tidur deh. Buku ini katanya informatif banget tapi tetep dengan ilustrasi komik yang lucu. Gue pun ketawa-ketawa waktu dia bacain isinya.

Tapi lama kelamaan si lambung ngga mau kompromi lagi. Gue harus rebahan dan istirahat. Ceritanya buat narik perhatian gue mendesis beberapa kali setiap lambung gue berasa diiris. Sakitnya beneran kok hehe..tapi emang caper, ga mau ngomong, maunya ditanyain "kenapa?" gitu sama Lushka hehe..

Eehh...ternyata si pacar asiiiikk aja nyerocos terus ngebacain si buku. 15 menit dan 5 desis kemudian akhirnya ga tahan juga gue sama sakitnya dan berujung nyentil si Lushka dikit.

"Hun! Kamu tau ga sih kalau aku lagi kesakitan!?"

Lushka diem sebentar. Ngomong sesuatu yang ngga jelas dan....lanjut mendikte lagi sodara-sodara hahaha...

Alhamdulillah setelah dapet SP kedua Lushka baru ngeh kalau gue lagi kesakita. Ckck...

Lushka pun mentitahkan gue untuk segera tidur. Awalnya gue ngga mau karena belum ngantuk sama sekali. Sampai dia mengimi-imingi nyanyiin gue beberapa lagu sampai tidur. Asiiiikkk..di nina bobo-in hihi...

1 lagu....
2 lagu...
Belum ngantuk

3 lagu...
4 lagu...
Mulai nyaman

5 lagu...
Mari menoba tidur

Hening...
Gue bisa denger kalau napas si Lushka lebih teratur. Waduh tidur nih kayaknya..

2 detik...
Grrrooookkk..

Hwahahahaha...lushka-nya ngorok..!! Ealah..ini namanya dongeng dan menina bobokan diri sendiri.

Thanks udah nemenin aku semalam ya =)


Sent from my BlackBerry®

Senin, 10 Oktober 2011

the invention of upil

This was inspired by status gue sebagai anak upilan beberapa waktu lalu setelah beberapa saat jadi anak ingusan akibat flu.
Gue tiba-tiba mendapatkan satu pertanyaan besar. Bagaimanakah reaksi manusia pertama saat pertama kalinya menemukan upil?
Silahkan disimak...
 
Once upon a time di taman Eden, dimana bunga-bunga sedang mekar, udara sejuk, daun-daun melambai tertiup angin.
Dua sejoli, adam dan hawa, sedang duduk bersisian menamai bunga-bunga (tentu tidak dengan bahasa latin, karena biasanya tumbuhan/hewan dalam bahasa latin dinamakan dengan nama penemunya. Sangat ga fair kalau semua hewan dan tumbuhan namanya kalau ga Adam ya Hawa). Well, back to them.
Ditengah asyik-asyiknya berdebat menamai bunga pukul empat (di kemudian hari bernama Mirabilis Jalapa), Hawa mendapat dorongan mengusrek-usrek hidungnya. Enak ternyata. hihi. Dan dia menemukan sesuatu. JENG! JENG!... *zoom in pada benda kecil mungil keabuan di ujung jari hawa*
 
Hawa : beeeb, liat deh aku nemu apa di idung aku
Adam : ih apa itu, lucuk
Adam : kita tanya tuhan yuk
Adam : daddy, itu hawa nemu benda di hidungnya, bisa di makan ga kira-kira yaa?
Hawa : aku sudah coba, agak asin gitu deh
 
*JEGER, PETIR MENYAMBAR*
 
tuhan  : OH DEAR GOD. ewwwwwwh. (inner voice : Lama2 ga tahan juga sama mahluk2 ini. Gue nerusin project Autobots aja deh , seengganya mereka ga nanya upil itu apa)
 
**fin**
bok, ini ga maksud buat kurang ajar ya, cuma di kepala gue yang absurd aja, suka ngasal.
 
 
eh, atau ceritanya begini ya?
Tuhan yang ngajarin mereka apa itu upil...
 
nah, kalo debu masuk di hidung, itu lama2 numpuk, nyangkut di bulu idung kalian (note to my self : ciptakan bulu hidung lebih dikit)
nanti berkumpul, jadi kotoran, namanya UPIL
bukan upin!
upin itu baru ada di abad ke 20
kalian udah tinggal nama
apa namanya tadi?
U, pe-i, pi, L
Upild
 
 
hihi.
Well, I dunno, atau lo punya versi sendiri?
tapi sumpah ya. ngupil itu enak banget. kayanya puas gitu kalo idungnya bersih bebas upil.
masalahnyaaaa, upil yang kita buang-buang itu jadi apa kalau udah lama? jangan-jangan berkumpul menjadi monster upil dan di tahun 2015 terjadi wabah upil.
hihi.
 

Minggu, 09 Oktober 2011

Kutang - Part 3 (complete)

Dena, begitu aku memanggilnya sekarang, menghentikan bajaj, menawar dan mempersilahkan aku naik duluan. Duduk rapat disampingku, entah sengaja atau tidak, beberapa kali, tangannya mampir di paha untuk berpegangan dari goncangan bajaj.

Aku meremang.

Perempuan yang aneh. Baru sekali ini aku bertemu seseorang dengan daya tarik fisik sedahsyat dia.

Lima belas menit kemudian, bajaj berhenti di tepi suatu jalan di depan rumah bercat putih dengan pohon-pohon rindang.

Aku tiba-tiba ragu.Apa yang aku lakukan disini?

Sepertinya Dena membaca galau di rautku, setelah membayar bajaj, dia menggandeng pergelangan tanganku menuju rumah bercat putih. Aku lagi-lagi terbius olehnya. Menurut mengikutinya ke paviliun di samping kanan rumah.

Kamarnya.

Bunyi kunci bergemerincing, pintu terbuka. Aku melepas sepatu menaruh di atas rak di bawah jendela, meniru Dena.

Dipersilahkannya aku masuk ke kamarnya cukup luas dan cukup rapi. Deret rak buku dan meja komputer juga kulkas kecil di tembok kanan. Di tembok kiri, kasur queen size tanpa ranjang dengan 1 buah lemari pakaian di sisinya.

Aku berdiri di depan rak buku, melihat-lihat koleksinya.

Dena menutup pintu, mengambil remote menyalakan AC.

"Mau minum apa?", tanyanya sambil membuka kulkas.

"Engga, makasih, abis minum kan tadi", tolakku halus.

Dia mengambil sebotol kecil air mineral dan meneguknya sambil menutup mata. Nikmat sekali tampaknya. Aku menatap takjub. Kok bisa orang minum air saja bisa tampak...uum..sensual?

Kacau sekali kepalaku ini.

Sedetik sebelum tetes terakhir, aku langsung membuang pandangan, kembali terpekur menatap sampul buku. Padahal di kepalaku cuma terbayang, bagaimana aku ingin menjadi air itu, masuk melalui celah bibirnya, dinikmati, turun di leher jenjangnya, memuaskan dahaga.

Aaa. Aku sudah gila. Jantung berdegup tak beraturan.

"Sasti..", panggilnya

"Yaa, " jawabku mengangkat kepala, kearahnya.

Darahku berdesir ke perut bawah. Terpilin. Kupu-kupu.

"Tolong lagi," pintanya manja. Menggelung rambutnya ke atas. Dia memunggungiku, meminta diturunkan ritsleting bajunya.

Kok jantungku ga copot-copot ya. Serapah dan tanya di kepala.

Aku menurunkan ritsleting baju bunga-bunganya. Membantunya menarik ke atas kepala. Terlempar di lantai.

Tahi lalat di atas beha. Punggung bersayap malaikat.

"Gue mau cobain behanya lagi", ujarnya menjawab pertanyaan di kepala, dia mau apa.

Berjalan gemulai dengan celana pendek dan beha hitam Dena duduk bersila di kasur membuka kantong plastik belanjaannya.

Mengambil beha ungu, membuka beha hitam yang dipakainya.

Dada kencang dengan puting menantang.

Aku bengong. Tersadar dan memalingkan muka. Aku mau pulaaang. Ini gila.

"Sasti, bagus ga?", panggilnya.

Aku melihat sekilas dan mengangguk. Aku basah. Ini engga bagus. Sama sekali tidak. Dia mau apa.

"Sasti, kalau yang biru?"

Aku tidak tahan.

Aku berjalan ke arahnya tanpa bisa kukendalikan. Menerjang. Menciumnya di bibir. Manis. Menggigitnya. Kasar. Aku mencari-cari lidah. Membelainya. Lama-lama pelan. Aku baru sadar, dia membalas pagutanku.

Tangannya satu memegang pipiku, satu memeluk pinggang.

Aku tidak bisa berhenti. Otakku mati. Merasakan dadanya menempel ketat di dadaku. Bergesekan.

Tanganku bergerak ke punggung Dena, melepaskan kaitan beha, membiarkan dada dengan puting menantangnya jatuh melawan sendiri daya tarik bumi.

Dia rebah, menarikku ke atasnya, melepas paksa kacamataku, meraih kerah kaosku dan menariknya dari atas kepala.

Melepas kaitan behaku.

Puting dengan puting. Aku mengulumnya. Memberikan semua pemujaan yang aku bisa.

Aku mengerang. Dia melenguh.

Memainkan irama yang sejalan. Kamu menggapai langit. Cepat. Cepat. Dan meledak.

Mataku terbuka saat semuanya. Melihatnya menegakkan leher, mengalungkan peluk ke dada.

Cantik. Dengan peluh dan ekor kuda.

Sesaat kami bersisian, saling menggenggam tangan menatap langit-langit. Dia berkata, "aku bukan lesbian".

"Apalagi aku", bisikku..

**** the end**

Readers, please do let me know what do you think about it.
*GRIN*

Mucho loves, Lushka
Sent from Maroon

Kutang - Part 2

Aku berusaha fokus, berkonsentrasi pada tugas muliaku membebaskan rambut dari belitan ritsleting.

'Ada tahi lalat' gumamku tak sadar apa yang kuucapkan, sambil jemariku memanas bersentuhan dengan kulit punggungnya.

"Oh ya?', dia menanggapi.

Aku tergagap. 'Eh, iya, ini di dekat tali..um. Beha'

Sialan, bintik hitam sialan. Rutukku. Setitik tahi lalat saja bisa membuatku lepas kontrol.

"Hoo, malah ga tau gue", jawabnya. Aku tergesa menyudahi tugas muliaku. Fiuh. Situasi untuk rambut di kepala cantik ini kembali aman terkendali.

Menggumamkan sudah, aku bertanya apakah masih ada yang bisa aku bantu.

Dia menggelengkan kepala, masih memunggungiku, menyuarakan 'thank you".

Aku mengangkat kepala menatapnya dari kaca. Dia tersenyum, mengucapkan terima kasih sekali lagi.

  Membalas senyumnya, aku keluar dari bilik dengan cengiran lebar di mukaku.

Terpikiri sesuatu kembali ku dekati bilik. Berdeham. Dibalas dengan alunan 'yaaa?", kepalanya lagi-lagi tersembul dari balik korden. Ikat rambut ku lepas dan mengangsurkannya,

 "Biar ga nyangkut lagi" , tatap kagetnya segera berganti dengan pandangan dengan penuh terima kasih. "Makasih ya?", katanya

Aku cuma mengangguk dengan senyum. Ah, gagu sekali aku hari ini.

Lagi-lagi setelah berbalik badan. Aku tidak bisa menahan cengiran dari wajahku.

Untung si Encik belum kembali. Pasti konyol sekali mukaku.

Beberapa menit kemudian, bertepatan dengan kembalinya si Encik ke balik konternya, perempuan itu keluar dari kamar ganti menenteng kedua buah beha.

Segera perempuan ini terlibat percakapan seru dengan pemilik toko, mendebat tidak masuk akalnya harus membeli tiga beha untuk bisa dapat harga murah, jika yang dia mau cuma dua. Sama-sama keras kepala.

Aku jadi penonton, bingung harus apa. Tiba-tiba aku mendapat ide cukup brilian (menurutku). Ku taruh beha pink seamless tanpa renda pilihanku diatas kedua buah beha pilihan pemilik punggung bertahi lalat bersayap malaikat. Kepalaku mulai lagi memanipulasi situasi. Hhh.

Terkaget mereka berdua. Menoleh ke arahku.

'Jadi pas 3 kan? Seratus ribu. Saya juga ga mau beli 1, lima puluh ribu" , tukasku.

Senyum lebar segera menghias wajah manisnya. Si Encik sedikit bersungut kehilangan untung lebih tapi pasti juga lega terlepas dari debat tak berkesudahan tentang harga beha.

"Ih kamu pinter", pujinya menepuk bahu. Aku tersipu.

Perempuan ini mengambil dompet dari tas tangan dan membayar dengan selembar seratus ribuan. Dia menepis uang lima puluh ribuanku. Nanti saja, tidak punya kembalian ,kilahnya.

Si Encik memberikan dua kantong plastik berbeda. Satu untukku, satu untuknya. Aku mengeluarkan beha yang kubeli. Memasukkannya ke dalam ransel dan mengembalikan plastik ke si Encik yang membalas dengan senyum.

Perempuan itu menungguku masih dengan menyungging senyum di depan toko. Dia melambai ke arah pemilik toko, ekor kuda rambutnya lincah ke kanan kiri. "Kamsia, ciiii", pekiknya.

Aku berjalan ke arahnya. Bingung dengan skenario kosmik apa yang akan terjadi selanjutnya. Punggungku gatal oleh keringat, akibat hawa panas siang ini juga grogi.

Dia mengangsurkan tangannya, menyebut nama. Denanti.

Sasti. Ucapku menyambut ulurnya. "Jadi, uangnya?...", tanyaku.

"Gue ga ada kembalian. Gue laper. Lo buru-buru ngga, mau makan dulu yuk?". Tanyanya riang dan akrab, seakan-akan kami teman sepermainan sejak TK

Aku diam. Mengangguk, tersenyum malu. Dia tergelak, berjalan menjajariku, berceloteh tentang ini itu. Menanyai di mana rumah, kuliah, segala hal. Pembawaannya yang riang cepat sekali mempengaruhiku. Semua berjalan dengan santai.

Kami makan sate padang di warung kaki lima di samping gedung parkir Mangga Dua. Keringat mengucur deras turun dari keningku. Betis sering beradu. Tanpa sengaja.Kami duduk berseberangan.

Dia memandangku. Menguncinya. Aku tertunduk. Rona mukaku memerah. Malu, kepanasan , kepedasan.

"Sasti, mau main ke kost'an gue ga? Deket dari sini. Gue bosen sendirian, temen kost'an gue lagi pada pulang, libur semesteran kan"

Aku lagi-lagi tergagap. Entah apa yang keluar dari mulutku. Tapi Denanti menganggapnya aku mengiyakan. Aku membayar sate kami, 25rb berdua sudah termasuk teh botol. Hitung-hitungan hutang piutang diantara kami makin kusut.

(To be continued....)
* **
Selamat pagi,selamat hari minggu semuaaa.

Sent from Maroon

Jumat, 07 Oktober 2011

Kutang - Part 1

Aku ingin menulis sesuatu. Bukan. Bukan menulis. Menulis itu menggunakan alat tulis. Aku tidak.

Ah sudahlah, aku mau bercerita.Ini tentang kutang merah jambu.

Tolong, jangan tertawa. Ini serius.

 

Sepotong kutang yang mengubah hidupku.
Iya, kutang itu, warnanya merah jambu, dengan kawat penyangga, tanpa renda. Aku benci renda, gatal jika bersinggungan dengan kulit.

Aku membelinya di Mangga Dua. Harga grosir. Satuannya lima puluh ribu, tapi kalau membeli tiga cuma seratus ribu. Penghematan gila-gilaan, begitu kata pemilik toko. Aku cuma menyungging senyum tipis dan berkata sinis 'tapi kau sudah dapat untung, kan?', dalam hati tentu saja. Aku segera mengenyahkan hitungan matematis soal laba si Encik dari kepala. Aku mau beli beha, kualitas bagus, harga murah.

Segera kupilih dan kupilah model mana yang aku mau. Merah, sporty. Hitam dan merah jambu, seamless, tanpa jahitan. Buatan cina, tapi setelah aku teliti, kualitasnya tidak berbeda beha-beha bermerek seharga ratusan ribu satunya, yang dijual di gerai-gerai khusus di Mal.

36, B. Pintaku menyebut ukuran.

"Yaah, yang merah dan hitam habis ukuran 36'nya. Tinggal yang merah jambu" , sesal si pemilik toko dari balik meja tempat Ia menyimpan tumpukan beha berbagai warna. Bahuku melorot. Masa harus beli 3-3nya warna pink?. Satu model pula. Tapi kalau beli satu, rugi juga.

"Ci, 34 dong. Yang ungu dan biru", seru perempuan di belakangku memecah kebisuan antara aku dan si Encik.

Aku menoleh ke belakang, ke empu suara.

Perempuan berambut panjang termanis yang pernah aku lihat, mengacungkan 1 model beha tinggi di depan dada. Gadis manis bercelana pendek Bermuda hitam dan baju putih berkerah Sabrina bunga-bunga. Beberapa detik kami saling menatap. Beberapa detik, detakku melambat. Sebentuk senyum membentuk surga di kepala.

"Kamu manis sekali", ucapku tanpa sadar.

'Apa?', tanyanya membuatku gelagapan. Alisnya sebelah terangkat tinggi menatap jenaka.

'Hehe. Engga", jawabku salah tingkah sambil memencet-mencet beha merah jambu di tanganku tanpa sadar. Aliran darahku mengalir deras ke muka semua. Dia berjalan ke konter, melewatiku. Beberapa helai rambutnya mampir di lengan. Demi semesta! Pori-pori di kulitku meremang.

Aku berdiri, diam. Bodoh sekali rasanya. Kuputuskan untuk menjajari dan berdiri di sampingnya, mempelajari si pembuat onar di dada lebih jelas.

Rambut sepunggung, harum apel. Lurus dengan ikal cantik di ujung-ujungnya. Anak-anak rambut di dahinya berlarian tertiup kipas angin di dinding toko. Postur tegap, setinggi aku. Berdiri dengan bertelekan tangan kiri di dagunya. Bertumpu di kaki kiri, kaki kanan menyilang, menahan di ujung sepatu.

Telinga mungil, berbentuk hati. Bentuk mukanya lonjong, mriyaneni kalau orang Jawa bilang. Hidungnya tak terlalu mancung menantang angkasa tapi tak juga tenggelam. Bibirnya merah, berkilap, basah. Kulit mukanya lembab oleh keringat.

Aku masih diam, terpesona. Bodoh kuakui. Tapi tak berdaya. Dia tidak peduli sepertinya aku ada.

Perempuan berambut panjang ini mengambil beha ungu dan biru tanpa renda (yang entah kenapa fakta ini membuatku lega, aneh, apa urusannya pilihan tanpa rendanya denganku?) . Ukurannya 34 seperti yang dia minta, kalau menurutku dengan cup B.

Di bawanya kedua benda pelawan gravitasi itu ke ruang ganti yang cuma sebilik berukuran kurang dari 3 keramik dengan kain korden cukup tebal bergantungan di rel dari besi.

Aku mendadak lemas, menyadari mataku masih mengikuti gerak-geriknya. Korden tertutup.

Korden tersingkap.

Kepalanya menyembul. Celingukan mencari si pemilik toko. Si Encik, setelah melayani si Manis ini pergi ke depan merapikan dagangan. Tiba-tiba matanya bersirobokan denganku. Membesar, menawarkan senyum.

'Eh, boleh minta tolong? Please..', mengiba

Aku bengong. Menengok ke kanan dan ke kiri. Seperti Ondel-ondel ngibing. Kebodohan pertama.

'Aku?', tanyaku menunjuk dada. Kebodohan kedua, karena tidak ada orang lain selain kami di situ. Kecuali jika dia bisa melihat yang tak kasat mata.

'Iya, sini, bentar, tolongin', pintanya.

Aku menurut. Melangkah canggung ke bilik ganti, seperti murid baru disuruh memperkenalkan diri di depan kelas untuk pertama kalinya.

'Kenapa?', tanyaku parau. Sial. Semoga Ia tidak sadar.

Dia menarik tanganku ke dalam. Ya Tuhan.

Aku bingung harus melihat kemana. Ke punggung setengah terbuka atau jika lurus ke depan, aku melihat ke dadanya terpantul dari kaca seukuran badan.

Iya sih, tertutup beha hitam yang sedang dipakainya. Walaupun istilah tertutup tidak juga tepat. Puncak-puncaknya masih terlihat. Dia memakai model beha yang hanya menutup separuh payudara. Aku salah tingkah.

Memunggungiku sambil menarik sebagian rambut panjangnya ke depan, dia menjelaskan situasi genting yang terjadi. Rupanya, ada sejumput rambut tersangkut di ristleting di punggung baju saat ia mencoba melepaskannya untuk menjajal beha. Dan Ia membutuhkanku untuk membebaskan rambut dari ritsleting keparat itu.

Aku menghela nafas , menelan ludah diam-diam, berharap tidak ketahuan.

Menenangkan diri, aku melihat lebih dekat rambut malang yang tersangkut di sela-sela ritsleting itu. Tapi tulang punggungnya yang terbuka mengganggu sekali. Indah. Aku takkan heran jika dari situ muncul sayap-sayap putih berkilauan.

Arrrggh, tegurku kepada otak di kepala. Kendalikan diri!
 
**********
To be continued....
*********
#Ini tulisan iseng gila-gilaan. Kalau mau kasih saran dan kritik, please do, pasti dicuekin. hihi. Ga deng, sok atuh, biar belajar nulis bener. Makasiiih
# Karena agak panjang, mungkin akan gue bagi beberapa bagian. Nantikaaaan.

www.happyplace.com - one happy place to go

Gue sering suka minder ama kemampuan berbahasa Inggris gue.
Walaupun suka ditenangin sama Mithya, bahasa Inggris gue baik-baik aja. Mungkin kepleset disana sini, tapi masih bisa di toleransi, apalagi gue bukan native speakers.
Dan laman ini membantu menenangkan, kalau bahkan native speakers pun, juga kacrut berbahasa ibu mereka. hihihi.
Juga fakta bahwa "alay" itu wabah. Di pelbagai bahasa, "alay" speakers itu exist.
Plus, sepertinya bukan negara-negara ke-3 saja yang perlu perhatian lebih pada pendidikan.
 
ps. bersiaplah tertawa njungkel-njungkel bacanya. Keji-keji gitu komentarnya. Jadi inget police grammar gue yang nyinyir itu. hihi.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Pelanggaran RUU

Suatu siang cerah...siang ini maksudnya.. gue dan Lushka saling merepet tentang kelakuan FPI akhir-akhir ini yang boleh seenaknya melakukan apa yang mereka mau lakukan. Terakhir kami dapet berita tentang mereka mengancam mau memporak porandakan gereja pantekosta tapi si Polisi cuma jadi satpam aja.

Lushka: Kok FPI bisa dibiarin gitu ya!?

Mithya: Iya, aku kesel deh. Tindakan mengancam itu kan udah tindakan pidana! udah boleh ditangkep.

Lushka: Iya, masa alesan polisi "hanya" karena upacara pernikahan?? Jadi kalau acara peribadatan boleh diserang??

Mithya: Iya, bego banget. Itu kan udah melanggar RUU!

Lushka: ...Kok RUU sih?? 

Mithya: Eh, UUD?

Lushka: UU aja! hahahaha...Kalau RUU mah ngga bisa dilanggar, belum disahkan!

Mithya:oh iya..aku tau kok..hahaha...ngasal aja ngomongnya...=P