Halaman

Jumat, 21 Maret 2014

Dear diary, I think I want to marry a donut one day







Hampir sekitar 15 tahun yang lalu, gue pertama kalinya mulai ngerasa kalau gue punya ketertarikan yang beda ke temen-temen sekolah perempuan gue. Perawakan gue yang tomboy dan kadang ngga bisa dibedain dengan anak cowok asli ngga membantu, karena temen-temen sekolah perempuan gue ngga merasa aneh kalau ngungkapin ketertarikan mereka dengan gue. Pada masanya, seorang Mithya ngga dilihat sebagai anak cewek. Mungkin di masa-masa yang serba labil dan tabu, temen-temen gue “memudahkan” keadaan yang membingungkan itu dengan merubah gender gue ke cowok dan semuanya kembali ke “normal”. Gue ngga tau dengan keadaan sekarang, tapi gue yakin sekitar sepuluh, dua puluh tahun yang lalu, gue bukan satu-satunya yang ngalamin ini. Walaupun di satu sisi keadaan itu “menenangkan” kebingungan gue, tapi di sisi lain gue tetap harus dipaksa menghadapi kenyataan kalau rasa ketertarikan gue dengan temen-temen sesama jenis gue itu…”aneh”?

Masa sekolah menengah gue adalah waktunya gue “menikmati” kebingungan gue sebagai seorang queer yang berjuang untuk nyari jawaban. Belum ada internet (LOL), setidaknya tidak dengan akses seperti sekarang atau konten yang mudah dengan buka google.com untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan gue. Bahkan harus ngaku kalau otak gue mungkin belum nyampe untuk paham seutuhnya apa yang bikin gue bingung.

Sebenernya pertanyaan-pertanyaan yang ada mendasar banget. “Perasaan ini apa?”, “Gue harus tanya atau cerita ke siapa?” Lucunya 15 tahun kemudian, gue juga belum dapetin akses yang mudah yang membahas tentang Queer/LGBT itu sendiri untuk pre-teen atau remaja yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Seringnya adalah tulisan-tulisan para queer yang sudah menerima diri mereka atau sama-sama bingung hahaha…atau yang paling mengganggu menurut gue, adalah para queer yang sudah mapan, berdamai dengan diri, lalu tanpa sadar “memaksa” mereka yang bingung untuk bangga sebagai queer kalau perlu mendeklarasikan diri. Ibarat duren yang belum mateng tapi udah dipaksa mau dibelah. Keras dalemnya bok..hehe hush, siapa yang otaknya langsung ngeres?!

Setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri untuk belajar tentang dirinya, terlebih kalau masa kebingungan ini di masa remaja. Gila kalau lo pikir ada sedikit perasaan ketertarikan dengan sesama jenis di usia tersebut artinya dia udah pasti homoseksual. Ada alasan yang jelas kenapa masa remaja disebut dengan masa labil. Percaya atau ngga, berlawanan dengan pendapat para homo aliran keras, manusia BOLEH bingung dan bahkan nyoba-nyoba di masa itu. Bahkan melakukan aktivitas seksual dengan sesama jenis di kisaran usia tersebut belum tentu artinya seseorang queer.

Sulitnya jadi queer di Indonesia, tema queer itu tabu- tabu ngga. Apalagi yang tinggal di kota-kota besar karena udah banyak komunitas yang ngga bikin jadi queer itu forever alone LOL tapi pertanyaannya masih sama. Komunitas-komunitas ini seringnya hanya nyeburin para manusia bingung atau beneran ngebuka tangan untuk ngobrol? Untuk sharing? Ngeluarin unek-unek dan segala kebingungan? Bahkan ada queer yang dengan sadis mentah-mentah menolak ngebantu para ababil, diulang-ulang disebut di forum, padahal banyak yang menghormati dia sebagai salah satu queer terkenal di Indonesia. Not me, bro. Gue ngga mau dekat-dekat orang yang empatinya perlu diperiksa psikiater apalagi menghormati si queer ini.

Punya perasaan yang kata banyak orang ngga boleh itu menakutkan. Apalagi dengan iming-iming neraka bagi sebagian besar orang Indonesia yang dibesarkan dengan nilai-nilai agama. Jadi coba deh dibayangin, sedang ketakutan dan bingung tapi malah dijorokin aja tanpa diajakin katarsis tentang apa perasaan dan mau mereka. Dijorokin bisa dua cara pula; Perasaan homo-nya ngga dianggap sama sekali atau langsung disodorin orang-orang yang berpotensi jadi pacar homo. Weleh-weleh…sama-sama ngga bener itu.

Young queers, ngga papa untuk takut ketika lo bingung dengan perasaan lo. Itu wajar banget dan trust me, perasaan itu sayangnya ngga akan hilang gitu aja seiring lo masuk usia dewasa muda. Lo bahkan mungkin makin disodorin potensi-potensi pacar homo yang lebih banyak hahaha…

Saran gue, cari temen yang bisa lo ajak ngobrol. Tanya sebanyak-banyaknya. Kalau lo percaya orang nikah paling lambat 30 (which is a stupid opinion btw), bayangin berapa lama waktu yang lo punya untuk ngerti siapa diri lo sebenernya. Bayangin berapa lama waktu yang lo punya untuk nanya dan cari tau sebanyak-banyaknya (di tempat-tempat yang tepat pastinya). Terkadang rasa takut bisa bikin kita lumpuh dan rasanya kayak ngga ada jalan untuk keluar dari rasa takut itu, padahal bisa diatasi dengan semudah bertanya dan cari tahu. Kalau lo udah punya temen yang sesama queer, ajak untuk sharing. Ngobrol tentang perasaan itu ngga aneh, bahkan PENTING. Jangan dibegoin dengan penyakit orang Indonesia yang malu-malu tentang segala hal tapi ngga punya malu pas berbuat salah.

Lo tau lo ngga sendiri. Dan queers, jangan cemooh mereka yang bingung. Kalian pernah di posisi itu di suatu waktu dan kalian tau rasanya ngga nyaman dan menakutkan. Sebagai manusia kalian akan lebih berguna kalau membantu daripada menjatuhkan orang lain. Cheers.