Halaman

Minggu, 09 Oktober 2011

Kutang - Part 2

Aku berusaha fokus, berkonsentrasi pada tugas muliaku membebaskan rambut dari belitan ritsleting.

'Ada tahi lalat' gumamku tak sadar apa yang kuucapkan, sambil jemariku memanas bersentuhan dengan kulit punggungnya.

"Oh ya?', dia menanggapi.

Aku tergagap. 'Eh, iya, ini di dekat tali..um. Beha'

Sialan, bintik hitam sialan. Rutukku. Setitik tahi lalat saja bisa membuatku lepas kontrol.

"Hoo, malah ga tau gue", jawabnya. Aku tergesa menyudahi tugas muliaku. Fiuh. Situasi untuk rambut di kepala cantik ini kembali aman terkendali.

Menggumamkan sudah, aku bertanya apakah masih ada yang bisa aku bantu.

Dia menggelengkan kepala, masih memunggungiku, menyuarakan 'thank you".

Aku mengangkat kepala menatapnya dari kaca. Dia tersenyum, mengucapkan terima kasih sekali lagi.

  Membalas senyumnya, aku keluar dari bilik dengan cengiran lebar di mukaku.

Terpikiri sesuatu kembali ku dekati bilik. Berdeham. Dibalas dengan alunan 'yaaa?", kepalanya lagi-lagi tersembul dari balik korden. Ikat rambut ku lepas dan mengangsurkannya,

 "Biar ga nyangkut lagi" , tatap kagetnya segera berganti dengan pandangan dengan penuh terima kasih. "Makasih ya?", katanya

Aku cuma mengangguk dengan senyum. Ah, gagu sekali aku hari ini.

Lagi-lagi setelah berbalik badan. Aku tidak bisa menahan cengiran dari wajahku.

Untung si Encik belum kembali. Pasti konyol sekali mukaku.

Beberapa menit kemudian, bertepatan dengan kembalinya si Encik ke balik konternya, perempuan itu keluar dari kamar ganti menenteng kedua buah beha.

Segera perempuan ini terlibat percakapan seru dengan pemilik toko, mendebat tidak masuk akalnya harus membeli tiga beha untuk bisa dapat harga murah, jika yang dia mau cuma dua. Sama-sama keras kepala.

Aku jadi penonton, bingung harus apa. Tiba-tiba aku mendapat ide cukup brilian (menurutku). Ku taruh beha pink seamless tanpa renda pilihanku diatas kedua buah beha pilihan pemilik punggung bertahi lalat bersayap malaikat. Kepalaku mulai lagi memanipulasi situasi. Hhh.

Terkaget mereka berdua. Menoleh ke arahku.

'Jadi pas 3 kan? Seratus ribu. Saya juga ga mau beli 1, lima puluh ribu" , tukasku.

Senyum lebar segera menghias wajah manisnya. Si Encik sedikit bersungut kehilangan untung lebih tapi pasti juga lega terlepas dari debat tak berkesudahan tentang harga beha.

"Ih kamu pinter", pujinya menepuk bahu. Aku tersipu.

Perempuan ini mengambil dompet dari tas tangan dan membayar dengan selembar seratus ribuan. Dia menepis uang lima puluh ribuanku. Nanti saja, tidak punya kembalian ,kilahnya.

Si Encik memberikan dua kantong plastik berbeda. Satu untukku, satu untuknya. Aku mengeluarkan beha yang kubeli. Memasukkannya ke dalam ransel dan mengembalikan plastik ke si Encik yang membalas dengan senyum.

Perempuan itu menungguku masih dengan menyungging senyum di depan toko. Dia melambai ke arah pemilik toko, ekor kuda rambutnya lincah ke kanan kiri. "Kamsia, ciiii", pekiknya.

Aku berjalan ke arahnya. Bingung dengan skenario kosmik apa yang akan terjadi selanjutnya. Punggungku gatal oleh keringat, akibat hawa panas siang ini juga grogi.

Dia mengangsurkan tangannya, menyebut nama. Denanti.

Sasti. Ucapku menyambut ulurnya. "Jadi, uangnya?...", tanyaku.

"Gue ga ada kembalian. Gue laper. Lo buru-buru ngga, mau makan dulu yuk?". Tanyanya riang dan akrab, seakan-akan kami teman sepermainan sejak TK

Aku diam. Mengangguk, tersenyum malu. Dia tergelak, berjalan menjajariku, berceloteh tentang ini itu. Menanyai di mana rumah, kuliah, segala hal. Pembawaannya yang riang cepat sekali mempengaruhiku. Semua berjalan dengan santai.

Kami makan sate padang di warung kaki lima di samping gedung parkir Mangga Dua. Keringat mengucur deras turun dari keningku. Betis sering beradu. Tanpa sengaja.Kami duduk berseberangan.

Dia memandangku. Menguncinya. Aku tertunduk. Rona mukaku memerah. Malu, kepanasan , kepedasan.

"Sasti, mau main ke kost'an gue ga? Deket dari sini. Gue bosen sendirian, temen kost'an gue lagi pada pulang, libur semesteran kan"

Aku lagi-lagi tergagap. Entah apa yang keluar dari mulutku. Tapi Denanti menganggapnya aku mengiyakan. Aku membayar sate kami, 25rb berdua sudah termasuk teh botol. Hitung-hitungan hutang piutang diantara kami makin kusut.

(To be continued....)
* **
Selamat pagi,selamat hari minggu semuaaa.

Sent from Maroon

1 komentar:

Robin mengatakan...

lanjoooottttt