Halaman

Rabu, 19 Oktober 2011

Egalia Pre-school

Sebuah sekolah pre-school di Swedia bernama Egalia menjadi bahan pembicaraan diantara para pengamat sekolah. Mereka merupakan sekolah pertama yang mengusung tema kesetaraan gender sebagai fokus utama pengajaran di sekolah. Metodenya ngga tanggung-tanggung. Para guru di sekolah tersebut menghindari penggunaan kata "him" atau "her" (han dan hon dalam bahasa Swedia) agar para muridnya tidak perlu memusingkan teman-temannya itu laki-laki atau perempuan. Mereka menggunakan kata "hen", yang sebenernya ngga ada di kosa kata bahasa Swedia sebagai kata ganti panggilan orang ketiga yang memiliki sifat gender. Selain itu tentunya mereka juga membebaskan muridnya untuk bermain dengan siapa saja dan mainan apa saja, terlepas dari jenis kelamin mereka. Mereka juga menghindari cerita-cerita yang menurut mereka sangat mendiskriminasi gender seperti cinderella dan barbie. Buku-buku cerita yang terdapat di sekolah mereka juga sangat bervariasi dalam menggambarkan suatu keluarga. Keluarga tidak selalu harus ada ayah dan ibu, tapi juga pasangan homoseksual (2 ayah atau 2 ibu) maupun single parent.

Sekilas tujuan sekolah ini memang bagus. Tapi gue rasa agak terlalu berlebihan dalam usaha memperjuangkan nilai kesetaraan gender karena sepertinya mereka berusaha menghilangkan "gender" itu sendiri. Which is kinda impossible.Gender dan jenis kelamin tentu saja berbeda. Gender dan jenis kelamin juga ngga harus searah atau sama. Misalnya, kalau lo laki-laki artinya lo harus jadi yang kuat, jago olah raga dan berwibawa, atau kalau lo perempuan lo harus bersikap lembut, suka dengan boneka dan jago masak. Kayaknya pandangan seperti tu udah kuno banget ya.. Tapi kita ngga juga ngga bisa membuang gender itu sendiri karena gender memang berpengaruh sekali dengan peran seseorang dalam bersosialiasi. Gender juga masih sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kalau jenis kelamin ngga mungkin dihapus, bagaimana mungkin kita berusaha melupakan gender.

Manusia terlahir dengan perbedaan fisik yang sangat jelas antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki ngga bisa mengandung seorang anak dan wanita ngga bisa memproduksi sperma. Ngga hanya alat kelamin, kekuatan otot yang dimiliki oleh pria dan wanita pun diciptakan berbeda walaupun keduanya membentuk otot sebaik-baiknya. Perbedaan fisik yang ada juga sangat nyata mulai dari hormon hingga ukuran otak. Perkembangan psikologis/emosi antara laki-laki dan perempuan pun sangat berbeda. Ngga hanya dari pengaruh lingkunan, tapi  juga karena perbedaan hormon dan otak ini yang menyebabkan laki-laki dan perempuan memiliki perkembangan emosi yang berbeda. Bisa kelihatan jelas kan kenapa gender itu ngga mungkin dihilangkan dan tetap penting?

Kesetaraan gender tentunya penting untuk dipegang sebagai pandangan hidup. Karena menurut gue, dari perbedaan antara laki-laki dan perempuan, disitulah letak kesetaraannya. Ada hal-hal yang memang laki-laki sedikit lebih baik dalam mengerjakan, ada juga hal-hal yang perempuan sedikit lebih baik dalam mengerjakan. Bukan berarti juga ini jadi hal yang hitam putih. Gue sangat mendukung kalau seorang anak dibiarkan bermain dengan mainan yang menurut dia paling dia minati. Anak cowok main masak-masakkan, apa yang salah? Berapa banyak chef terkenal dunia yang berjenis kelamin wanita memangnya? Anak cewek main pistol-pistolan, apa yang salah? Memangnya di dunia ngga ada satu pun polisi atau tentara perempuan? Tapi rasanya yang dilakukan sekolah Egalia ini sedikit terlalu berlebihan. Mengajarkan kesetaraan gender ngga perlu sampai harus tidak menggunaan kata ganti "him" atau "her" hingga tidak memperkenalkan cerita-cerita seperti cinderella. Anak laki-laki dari raja akan selalu disebut Pangeran dan anak perempuan dari raja akan selalu disebut Putri.

FYI aja sih. Mari kita tingkatkan kesadaran kesetaraan gender, tapi jangan mengorbankan perkembangan normal seorang anak. Mungkin pengajaran seperti itu berhasil di lingkungan kecil Swedia karena Eropa Utara memang paling toleran dengan hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan seksual. Tapi pada perkembangannya si anak akan mengalami clash dengan norma dan budaya pada umumnya. Kenapa ngga lebih menekankan pada pengajaran compassion, respect dan menentang rasa benci yang berlebihan. What do you think?

1 komentar:

Gy mengatakan...

setujuuu..
kalo kita lesbian, kenapa kita harus maksa orang lain homo juga. yg penting kan mereka menghormati apa adanya kita. dan sebaliknya.