Halaman

Senin, 27 Juli 2009

True Story : Dikejar 'zombie' emak-emak bawa duit.

Kalau yang pernah baca postingan lama kita, gue dan Mithya pernah ngedate murah meriah ambein, motor-motoran dari pagi, menyusur Jakarta.

Kita kunjungan museum ke Museum Gajah – Museum BI – Museum Fatahilah – Ancol – Museum Kapitalisme aka ‘P.I.M. It was a great day. Yay.

Tapi ada satu kejadian yang bikin kita berdua trauma ngeliat ibu-ibu.

Jadi gini, waktu kita pergi ngedate, udah dekat ama Tahun Baru Cina. And as we know, Sinchia identik dengan angpao. Angpao sama dengan uang. Seperti halnya tradisi waktu lebaran, saat Tahun baru, orang-orang yang sudah menikah membagikan rejekinya kepada yang lebih muda dan single. Intinya di saat-saat seperti itu, orang butuh uang pecahan buat ngisi amplop angpau. Got it? Gue tau, kalo biasanya orang menukar uang di Bank atau emang ada orang yang menyediakan jasa penukaran uang kaya di terminal-terminal gitu.

Yang gue ga tau adalah, inang-inang penukar uang ini keturunan zombie.. Kalau dalam jumlah sedikit, they’re ok. Tapi kalau dalam jumlah banyak…ya Tuhaan…mengerikan. Hihihihihi.

Bikin drama ah...

Hari itu sudah menjelang sore, tapi matahari masih menyengat dengan lincahnya (ngarang, sejak kapan matahari bisa breakdance? Bodoo. Weeeks!!). Sesudah 3 kali mendaki gunung, melewati lembah, bersama ninja Hatori itulah namanya..haiyaa, kita sampai juga di kawasan kota tua. Menjelang BI, gue yang ke’GR’an takjub, melihat banyak sekali ibu-ibu yang berdiri di pinggir jalan menantikan kami. Sempet ngomel sama Mithya, ngapain sih ngasih tau pers kita mau datang?. Pletak, jidat benjol. Kekekke. Pokoknya gue ama Mithya sempat terpesona disambut oleh pagar ayu dipinggir jalan, memanggil-manggil , melambai-lambaikan tangan sambil menggenggam segepok uang.

Karena sudah dekat, kami menepi dan dengan polosnya menatap mereka penuh minat. Gue pikir, pemerintah sedang bikin kejutan, siapapun yang lewat jalan itu akan dibagi uang, apalagi kan ini dekat Bank Indonesia, siapa tau PERURI kelebihan cetak uang dan penyimpanan uangnya ga cukup, makanya dibagi-bagi aja. Horreeee. Terima kasih Tuhaaan. Gue juga udah mulai berencana, kalau dapat uang akan segera muter balik dan tukaran baju ama Mithya biar dapat lagi…*GRIN*

Tapi ternyata oh ternyata. Bagaikan kerbau dicucuk hidungnya, bagaikan laron pada lentera…kami menepi..menepi dan tak menyadari yang terjadi. Kejadiannya sungguh cepat, saat kami menepi, tiba-tiba entah dari mana berlarian ibu-ibu dari pelbagai mata angin menyerbu kami. Ya ampuuun, apa ini!!! Gue berdua shocked. Ibu-ibu yang bergerak dengan kecepatan The Flash, melambai-lambaikan gepokan uangnya berebutan mau foto bareng. Hahahaha. Ga deng. Serius gue takut.

Mereka bergerak serentak mengerumuni kami. Mereka bilang ‘ sama saya saja”, “sama saya”, “sama saya”, bahkan ada yang tanpa bersuara mengacungkan segepok 20rban ke muka. Itu duit emang tapi yang bawa emak-emak! Dan emak-emak tak pernah begitu saja memberikan uang...Huewwww Kebayang ga lo?! Emak satu aja nakutin, apalagi banyak???!!

Oh Gusti. Karma apa yang menimpa kami???!!. Mithya mencengkeram gue erat, gue panik - motor sempat oleng. Gue kebayang adegan film zombie. Korban dikerubuti tak berdaya. Gue cuma bisa geleng-geleng kaya ayam lagi celeng , banjir keringat dingin, kebelet kentut. *Eh itu sih dari pagi ya?*. Gue sempet mau turun dan angkat tangan menyerahkan diri, mengalihkan perhatian mereka supaya Mithya bisa lari dan Fried Durian tetap exist. Hihihihihi. .

Gue udah pasrah memandang langit penuh bintang bertaburan…*salah scene agaknya, masih siang mbaaak*. Jika ini takdir kami, jadilah. Hhhh. Untungnya tampaknya mereka menyadari kami bukan target empuk, walaupun berbadan empuk tapi kami tak punya uang. Mungkin mereka punya indera ke’enam membaui dompet. Mungkin juga mereka melihat muka oon-panik-bau kentut-motornya cuma Revo-belum makan-keringatan. Saat mereka mengendur, dengan sisa-sisa kesadaran, gue menancap belati eh gas. Menghambur pergi diiringi lagu Hallelujah. Fiiiiiiiiuuuuuh. Dari spion gue liat mereka sudah mendapatkan target baru, untung yang ini bermobil. Hhh. Gue cuma bisa mengucapkan semoga selamat, teman.

Sampai pelataran BI, abis parkir motor, gue berdua berpandang-pandangan, menarik nafas lega dan ketawa ngakak. Mengamati mereka dari pelataran. Gilak. Serem bangeeeeet. Padahal dibawain uang. Padahal ibu-ibu, tapi kok sungguh mengerikan dan traumatis. Hihihihi.

Ps. Kami menaruh rasa hormat kepada Ibu-Ibu penjual jasa penukar uang yang sudah membantu mengepulkan asap dapur keluarga, tulisan ini bukan untuk menertawakan, menghina atau mengecilkan usaha kalian, ini semata untuk mengenang perjalanan kami. Kami takjub pada semangat anda di terik matahari. Bravo moms!!

2 komentar:

Mithya mengatakan...

Wahahaha...aku sampe sekarang masih suka cekikikan kalo inget motor kita oleng-oleng dan kebayang kalo orang bisa liat muka kita dibalik helm pasti P3 (Pucat Pasi Panik)

Lushka mengatakan...

Hahahaha..iyaaaa..aku inget teriak..'waaa..apa ni?' hahahahaha..