Halaman

Minggu, 15 Agustus 2010

I’m not confused, OK

Kadang gue masih ngga ngerti dengan para homoseksual yang mengatakan para biseksual itu aneh. Well, guess what? Gue juga ngga ngerti dengan konsep menyukai seseorang karena jenis kelaminnya. Gue udah pernah bilang, gue ngga pacaran sama penis atau vagina seseorang. Gue pacaran dengan orang itu secara keseluruhan. Yes, gue ngga paham dengan apa yang dirasakan para homoseksual atau heteroseksual. Tapi gue ngerti, dari jenis kelamin itu, manusia terlahir dengan hormon-hormon tertentu yang sangat mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku. Apakah dia akan lebih condong ke hal-hal feminin atau maskulin. Begitu juga dengan daya tarik. Secara hukum alam, feminin akan tertarik dengan maskulin (gue ngga menggunakan kata-kata pria dan wanita, mind you). So, I guess mungkin orang-orang biseksual atau queer kayak gue hormonnya seimbang? Atau cukup seimbang sampai kami bisa menikmati feminisme dan maskulinisme? I dont know, ini cuma pemikiran asal aja. Belum pernah ada yang bisa memecahkan masalah orientasi seksual manusia. Freud did once said kalau seksualitas manusia sebenernya fleksibel. Gue termasuk penganut hal itu. Somehow gue percaya kalau kita ngga ada aturan untuk jadi hetero, manusia akan lebih bebas milih pasangan hidupnya tanpa harus memikirkan jenis kelamin seseorang terlebih dahulu.

Let's talk hypothetically. Membicarakan orientasi seksual ngga akan terlepas dari kegiatan seksual dong. Tubuh kita ini kan sebenernya "benda" yang berisi milyaran syaraf. Kalau pertanyaannya "what can turn you on?" Jawaban orang bisa berbeda-beda. Tapi let's say, kita tutup mata kita dan let someone (tanpa kita tau jenis kelaminnya) touch us in those places that turns you on. Ngga ngaruh kan orientasi lo sekarang? Boys will get stiff and girls will get wet. Tubuh kita cuma merespon. Makanya, kalau balik ke hormon yang gue sebut tadi, dibantu dengan mata yang bisa melihat, otak untuk memilah personal reference, serta doktrin agama atau peraturan yang ada di masyarakat, barulah kita akhirnya "memilih" dengan lebih baik pasangan ehm seksual kita.

Manusia juga terlahir dengan kemampuan mencintai keindahan. Bahkan keindahan itu aja subjektif kan? Gue suka keindahan pantai dibandingkan pegunungan. Gue lebih suka keindahan cipratan darah dibandingkan lukisan abstrak dan seterusnya. Dan gue menemukan keindahan baik dari sisi feminin maupun maskulin. Terlebih di perempuan yang sisi maskulinnya terlihat (tapi jangan berlebihan yaaa..just enough to make her look strong and independent) dan begitu juga sebaliknya di pria yang ngga takut dengan sisi femininnya (again, ngga berlebihan tapi ngga takut dengan yang namanya menunjukkan perasaan, ngga takut pake baju pink etc). I guess for me it’s all just as simple as how beautiful a person is. Baik apa yang di dalam dirinya dan apa yang terlihat di luar. Terlalu banyak keindahan di dunia yang sangat sayang untuk ngga dinikmati hanya karena masyarakat meminta label. “Oh, gue hanya menikmati film romantis” “oh, gue hanya menikmati film aksi” I can’t be that person. There’s always something we can enjoy from everything. Dan gue tau ini juga ngga berlaku untuk semua orang. Berapa kali harus gue ingatkan betapa kompleksnya manusia? Satu manusia ngga hanya punya satu kepribadian mutlak. Satu manusia bisa nunjukkin ratusan emosi. For the love of God, humans are such a beautiful creature. Bagaimana mungkin bisa gue sederhanakan hanya ke apa yang ada di antara kakinya.

Contohnya ya kalau ngomongin fisik. Gue suka banget dengan flat abs. Di perempuan, flat abs are curvy sedangkan di laki-laki akan lebih berotot. And I found both extremely sexy. Atau bentuk rahang perempuan yang lancip sedangkan laki-laki lebih bersiku. I dont know, gue ngga bisa menjelaskan “beauty”. Siapa yang bisa, coba? Both sex punya kelebihan yang sama-sama bisa gue nikmatin. Kalau ngomongin personality..I’ve talked about this in the previous post.

Gue masih menemukan para homoseksual yang mengatakan bahwa biseksual (atau queer) adalah orang-orang bingung. Gue kira ini pendapat yang cuma ada di luar negeri (how naive I am), ternyata gue menemukan beberapa homoseksual disini pun berpikir begitu. Well, I’m not dear. Some bisexual, might. But not all. Gue hanya menikmati keindahan tanpa harus dibatasi apa pun. Mungkin kalau di tahun 60’an gue masuk golongan Hippie hahaha...Bahkan kadang gue berharap hidup di masa para filsuf Yunani. Masa dimana konsep dan ide dihargai untuk menghidupi kebahagiaan manusia dan bukan sibuk menghujani diri dengan keterbatasan. Ini bukan usaha rekrutmen lo semua menjadi seorang queer ya (insert toaster jokes here), gue mau sharing apa yang gue rasain aja sebagai salah satu queer yang dikira bingung sama para homoseksual yang otaknya sempit. Kalian ngga lebih baik dari para homophobia kalau cara pikirnya masih seperti itu. Oh and dont let me start sama para homoseksual yang heterophobia! *groans*

Gue ngga akan melihat orang-orang yang berbeda orientasi seksual dengan gue dan mengecap mereka dengan sifat "aneh" atau "bingung". Gue melihat kalian cuma sebagai variasi manusia yang setelah menginjak masa dewasa punya alasan dan pilihannya sendiri. Semoga kalian juga bisa melakukan hal yang sama ke orang lain.

3 komentar:

Mithya mengatakan...

yaiyalah..kambing kan emang bisa kiri kanan atas bawah. Apalagi kalo udah mau dipotong jadi kurban. Tiang bendera pun di-hump. Ah dirimu mbing..bertobatlah.

blackgoat mengatakan...

aaaaaaaaaaaaak,segitu desperadonyaaa sampe tiang bendera di hump,jahahahahahaha,ah keeepneg*kedip kedip*towwwwwel niiii

Mithya mengatakan...

berani towel torpedo lo ilang mbing...gyahahaha...ngga punya ya?