Halaman

Selasa, 26 Agustus 2008

Queer Film Festival, 15 Agustus 2008; Kineforum & Goethe

Setelah menderita sakit cukup lama, gue niat banget untuk keluar dari rumah. Away from my bed and the internet. Tujuan utama gue tetep QFF karena of all the choiches for my free time, QFF satu-satunya pilihan yang paling menarik. Tadinya sih mau pergi sama salah satu temen fag hag gue atau sama temen-temen kampus tapi gagal gara-gara gue terkapar di tempat tidur.

The choice was either Kineforum atau CCF karena mereka dua venue yang nayangin film mulai dari jam 14.30. Berhubung minggu lalu gue ke CCF, begitu juga tahun lalu, dan mengingat betapa garingnya tempat itu, sekarang saatnya untuk mencoba Kineforum.

Kineforum itu jaraknya cukup jauh dari rumah gue. Gue berangkat dari rumah jam 11 dan sampe disana jam 13.45 hehehe...seharusnya gue udah nyampe Bandung tuh. Seperti yang diprediksi Lushka, yang nonton di Kineforum sedikit banget. Terhitung cuma 5 orang waktu film dimulai dan ketika gue selesai nonton paling nambah sekitar 7 orang lagi.

The next pit stop was Goethe Institute. Lushka tertarik dengan Q Gossipnya setelah ngebaca review Silat Lidah Binan. So, gue nunggu dulu Lushka pulang kantor dan kita sama-sama ke Goethe.










Film ini adalah sebuah film documenter wawancara para homoseksuals yang berwarganegara Jerman. Jadi mereka of course menggunakan bahasa Jerman dan penonton dibantu dengan subtitle Inggris. Sesuai dengan judulnya, the gay men are already deceased and the lesbians are still alive. Karena para gay men disini udah pada tua. Umurnya rata-rata 80 sampai 90 tahun. Sedangkan para Lesbians-nya berumur 30 s/d 40 tahun. Here are the stars of the movie:

Emanuela Kay (40 tahun)
Pelopor banyak hal yang bertema Lesbian di Berlin. Mulai dari film sex Lesbian dan awareness dengan safe sex, fotografi lesbian sex, buku lesbian sex, dan akhirnya di bulan Januari 2005 dia berhasil menerbitkan majalah Lesbian pertama di Jerman. Perawakannya Butch banget. Dykes on bikes gitu deh. Motornya Harley yang segede alaihim gitu. Tapi gue suka waktu dia bilang mau gimana pun penampakannya dia, dia tetep orang yang feminin banget di dalem. Prikitiuw...Minusnya nih orang, dia berasa keren banget karena berani come out. Bahkan dia sempet ngomentarin ada artis yang baru come out di Jerman kalau come out-nya is not surprising and she is a not suppose to be a role model between Lesbians, karena come out-nya udah telat. Weleh, weleh, udah sukur she finally got the balls to say it out loud.

Walter Schawrze (1914-1998)
Salah satu gay yang ditangkep sama tentara SS Jerman di tahun 1940 dengan alasan orientasi yang menyimpang. Dia dipenjara di kamp konsetrasi selama 4 tahun. Selama di dalam kamp itu dia diharuskan mengenakan lambang segitiga pink kebalik yang sekarang udah dipake sama gay men sebagai lambang official. Perilaku yang diterima dia dan gay yang lain of course yang paling parah. Pekerjaan yang dikasih ke mereka adalah pekerjaan-pekerjaan yang paling jorok. Misalnya ngebersihin kamar mandi dan toilet. FYI ya, toilet kamp konsentrasi itu ngga kaya toilet jaman sekarang yang ada saluran pembuangannya. Jadi tugas dia itu ”menyendok” kotoran yang udah numpuk, dibawa di dalem ember besar, dan dibuang ke tempat pembuangan yang ada di luar gedung. Pernah sekali waktu dia kepeleset dan seluruh isi embernya tumpah ke dia dan nyiprat ke tahanan yang lain. Hihihi...

Pengalaman kesiksa di kamp lama-lama bikin Walter jadi mati rasa. Mau sakit kek, laper kek, dingin kek, lama-lama ngga kerasa lagi buat dia. Sempet sih ketemu dengan cowok yang akhirnya sempet jadi pasangan dia di dalem kamp. He even say when he saw Sepp, ”This is the man”. So sweeeet……Sayangnya hubungan mereka sepertinya ketahuan dan Sepp dipindahkan ke kamp yang lain. Walter never saw Sepp again.

Walter dikeluarin dari kamp dengan menandatangani perjanjian kalau dia harus jadi tentara. Setelah sempet dipanjara lagi sama tentara Rusia selama another 4 years, Walter was finally free.

Di umurnya yang ke-50 Walter ketemu dengan Ali, his bisexual partner. Ketika diwawancara they’ve been together for 17 years. It’s funny how he honestly confess that for the last 7 years they haven had sex. Ngga tau juga ya alasannya, umur kali ya? Hehehe..
Sebagai penutup, Walter bilang kalo sebenernya dia agak menyesal dengan orientasi seksual yang dia miliki. It made him experienced things he didn’t want to. Karena buat dia sebenernya dia cuma pingin a man to love and not for sex only.

Silke Radosh Hindel dan Laura Radosh
Pasangan lesbian yang udah mengadopsi a pretty litlle baby girl secara legal. Kinda reminds me of Lushka and me. Soalnya mereka berbeda kepercayaan. Silke is a Catholic dan Laura is a Jew. Ada kata-kata Laura yang menarik waktu dia ditanya how they meet. “It’s typically lesbian”. Ternyata mereka kenalan di suatu forum milis sukarelawan. Laura fell in love dengan pendapat-pendapat dan tulisan Silke di email-emailnya. Jadi kata Laura to fall in love with another’s words is so typically Lesbian. Hahaha…

The main interview was asking them about the adoption. Waktu ditanya how they conceive the baby, secara teknis, Laura udah siap cerita panjang lebar. Tiba-tiba Silke motong dan melototin Laura. Hahahaha…..kayaknya dia ngga suka banget kalo hal seintimate itu harus diceritain kemana-mana. My guess is I think they did with some kind of syringe by them selves.
Gue pribadi bukan pendukung gay parents. Sebagai orang yang belajar ilmu psikologi, I learn how tough it is to raise childrens. No matter how small you think the problem, you never know how big the impact is for the kids. Heck, ngga harus jadi anak psiko kok untuk tahu hal itu. Anyway, ketika mereka ditanya bagaimana kalau nanti anak mereka mulai besar dan mulai dikenalkan dengan keluarga nuklir mayoritas jawabannya....”We dont care” uh oh..how selfish they are! Begitu juga ketika mereka ditanya gimana kalau anak mereka harus menghadapi diskriminasi. Jawabannya, ”what important is she know that her parents love her and will always love her unconditionally”. Duh, semua anak yang orang tuanya hetero juga gitu kaleeee….
Ipek dan Anke
Satu-satunya pasangan yang gue suka dengan how the manage their relationship di film ini. They are so sweet! Ipek is a Turkish-German girl yang bekerja sebagai seorang DJ di gay bar. Anke kerja sebagai social worker. Ipek orangnya lebih kocak dan santai dibandingkan Anke yang kayaknya lebih dewasa.

Mereka ditanya gimana rasanya being openly gay di Jerman. Ternyata mereka bilang banyak yang ngasih mereka senyum di jalan kalau mereka PD-PD aja pegangan tangan. Pernah sih sekali-kali dibicarain cowok-cowok di pinggir jalan. Kira-kira gini conversation yang terjadi if its happen:

Cowok: Hey, look. A lesbian couple.
Ipek: Are you gay?
Cowok: Eugh..liking another guy? That’s disgusting!
Ipek: Now why would I want to be with something you consider as disgusting?

Hahaha…nancep.

Anke bilang kalau selama ini her way being openly gay malah sangat membantu ketika dia harus face off dengan anak-anak remaja yang bermasalah. Karena dia merupakan contoh orang yang merasa safe dan content about herself.

Orang tua Ipek belum tau tentang hubungan mereka tapi kakek-neneknya ngedukung banget. Lucu ya..malah kakek-neneknya yang baik banget sama mereka. Bahkan kakek Ipek pernah ngebuatin tempat tidur buat mereka pas nginep di rumah kakeknya. Ibu Anke juga tau tentang hubungan mereka dan ngga masalah juga asal Anke bahagia. Lucunya si ibu masih sempet bercanda kalo dia masih ngarep its just a phase for Anke dan kalau bisa Ipek operasi kelamin aja..Hahahahaha.......

Albert Brecker (ketika diwawancara berusia 90 tahun)
Nah, kalo yang ini menurut gue gay yang agak-agak sakit. Dia sih mengakui kalo dia seorang sadomasochism tapi gue belum ngeh sampe gue ngeliat what he did to his own body. Like Walter, Albert juga pernah dipenjaran di kamp karena gay dan dilepasin untuk jadi tentara Jerman. Selama 5 tahun dia jadi tentara, ngga ada yang tau kalo dia gay dan selama lima tahun itu dia ngga pernah sekali pun have sex. Makanya dia develop a habit yang menguatkan sadomasochism dia. He like to tatooed himself in bed tanpa sepengetauan temen-temennya then he would masturbate. Yang dicari of course rasa sakit dari mentato dirinya sendiri itu. Untungnya sih dia emang punya skill art jadi hasil tato-nya berupa gambar-gambar tribal. Parahnya tato-nya ada di seluruh tubuh, even on his dick. Tapi kalo pake baju tentara yang berupa celana panjang dan kemeja, tatonya tersembunyi dengan baik.

Selesai perang Albert work as a set designer untuk setting film dan punya partner another set designer terkenal di industri film Jerman. But his partner died at the age of 80.

Albert like to masturbate sampe sekitar umurnya 85 tahun. Entah kenapa dengan anu-nya (berhubung dia pake bahasa Jerman, dan inggris gue ternyata pas-pasan masalah mekanisme ”anu”) sampe dia harus menyuntik semacam cairan kosmetik ke Mr.P nya. Alhasil, his 7 inches dick shrunk to 2,5 inches and now there’s a big tumor like on top of Mr.P. Trust me, it doesn’t look good at all. Serius deh Mr.P nya berubah jadi tas pinggang, hehehe…

Emang dasar masochis, dia minta seorang head-hunter dari Kalimantan untuk ngebolongin anunya buat dipasangin cincin emas. Waktu ditanya sakit atau ngga, dia bilang emang itu yang dia cari. Ckckck…

Berhubung sex udah ngga mungkin dilakukan, dia akhirnya beli dildo and use it to pleased himself by sticking it up to his a**. Dasar emang udah gila, while he’s doing it, he took a picture of it. Huahaha..kebayang ngga lo ngeliat foto-foto kakek-kakek berumur 90 tahun sticking an enourmous dildo up to his a**?

My favourite quote, “Selama masih ada kedua tangan saya, saya ngga perlu apa-apa lagi supaya bahagia.”

3 orang terakhir yang diwawancara ngga terlalu menarik. Mahakelein is a 40ish Lesbian yang berawal punya cafe untuk para gay, hooker, dan orang-orang yang baru di-institusionalized. Obviously not a famous cafe for ”other people”. Sekarang dia sebagai manager utama untuk para LGBT dari daerah Afrika yang bisa perform all kinds of art di Jerman. FYI, afrika juga salah satu negara yang sangat menekan kaum LGBT dan mereka bisa dapet green card di Jerman just because of it. Di film ini sama sekali ngga diceritain tentang love lifenya. Joe Luga (80 tahun) is a pedophile yang berkali-kali ditangkep dan di penjara karena have sex dengan anak-anak belasan tahun. Dia juga pernah serve as soldier dan selalu jadi drag queen di acara-acara hiburan tentara. Bisa dibilang, dia ngga pernah ketemu masalah karena dia gay, kecuali ya pedophile-nya itu. Terakhir Maren Kroymann, an artist yang semenjak come out as a lesbian sempet punya masalah dengan karirnya sebagai aktris. Sekarang dia bekerja sebagai comedian plus singer di cafe-cafe. But in a year dia udah dapet kontrak lagi untuk main film as a hetero dan kemungkinan penerimaan masyarakat terhadap dia bisa berubah.









Kalo gue pribadi sih agak kecewa dengan Q Gossip yang ini. Agak terlalu khusus komunitas binan sendiri. Iya sih, yang dateng hanya para binan bahkan menurut gue sekelompok binan yang udah saling main sehari-hari. Buat yang dari ”luar” langsung berasa terasing. Gue sih ngerasa kayak tiba-tiba masuk ke rapat imternal Qmunnity. Padahal sebenernya sih ada juga orang-orang yang dateng hanya karena pingin tahu bahasa binan itu seperti apa.

Rasa ngga nyaman gue ini juga di”suarakan” sama salah satu orang yang hadir. Tapi dia bahasanya lebih bagus dan lebih spesifik. Dia bilang kalo seharusnya ada perkenalan yang lebih baik dengan bahasa Binan dan contoh-contoh penggunaaannya. Mengingat ada juga orang-orang yang ngga familiar dengan bahasa binan ini baik LGBTIQ maupun bukan. Personally, menurut gue acara ini gagal. Karena kebayang ngga kalau yang dateng banyak juga dari orang ”luar”. Pasti mereka bakalan bingung banget.

Si ”ahli” ada dua orang di depan. Gue lebih suka sama Mas Danny karena cara penjelasannya jauh lebih santai dan ”FYI-FYI” nya menarik. Dia ngasih contoh-contoh banyak tentang bahasa gaul-nya binan di daerah lain Indonesia atau sampai Eropa. Sedangkan si ”ahli” yang namanya mas Abduh (gue liat dimana ya ni orang?) menurut gue dan Lushka orangnya terlalu ngotot dan agak ngga bisa nerima kritikan orang. Standar sih orang-orang yang berasa ”profesional” dengan ilmu socio-linguistik yang dipelajarinya. Jadi si Abduh asik ”Tau apa sih lo? Kan gue yang baca buku-buku teorinya dan buat penelitian di lapangan.” and para penonton asik ”Sok tau deh lo, yang binan kan gue, yang pake bahasanya gue!” Hihihi....










Gue dan Lushka lagi-lagi beruntung nonton film yang dihadiri sama directornya. Bahkan ada artistnya. Karena gue ngga tau film-nya tentang apa, gue Cuma liat ada dua orang bule yang diminta maju ke depan. Si cewek director-nya dan si Cowok aktornya. Gue udah nyubit-nyubit Lushka dan bilang kalo cowok itu GUANTENG BERATS.

Ehh, ternyata pas dia ngomong...loh? Kok suaranya cewek? And I was constantly reminded with Moira, tokoh trans di TLW. Tapi yang ini ngga sekedar jadi cowok manis. Dia jadi cowok ganteng. Hehehe...his name is Ocean Leroy.

Untuk itungan tema, film ini cukup jarang karena menceritakan tentang kehidupan seorang transeksual wanita. Sejauh ini yang gue udah nonton selalu tentang transeksual laki-laki. Secara statistik memang transeksual laki-laki lebih banyak dan lebih lazim ditemuin. Jadinya gue cukup interested lah buat nonton.......sampe setengah jam.

Kekurangan film ini adalah terlalu ‘sempit’. Kayak nonton dengan ’tunnel vision’ dan Ocean berkesan ”me, me, me...and of course..wait...me.” Memang sih penjelasan dia di akhir film bilang kalo dia orangnya secretive banget. Obviously Ocean belum siap untuk open ke dunia kalo dia adalah transeksual. Kita bahkan ngga tau nama aslinya sebagai cewek padahal kita ngeliat proses perubahan nama dia jadi cowok di passport. Kita juga ngeliat meja kantornya..doang…tapi kita ngga tau perusahaannya apa atau rekan-rekan kerjanya gimana. There were no interaction between Ocean dengan orang lain kecuali transeksual lain yang cowok.

Isinya cuma Ocean ngomong, ngomong, ngomong, ngomong, dengan shoot close up biar sekelilingnya ngga terlalu kentara. Adegan lain yang cukup banyak adalah dia nyanyi di trans bar. I think she is some kind of performer. Apakah dia penyanyi yang bagus? Not even close.=D

Oiya, dia cewek bule kedua yang mempertontonkan dirinya yang bugil di film dan voila! orangnya berdiri langsung di depan gue. Hahahaha……

1 komentar:

Lushka mengatakan...

Ocean emang cakep, tapi bosen gitu nontonnya ya, Mith?

Lumayan bosen juga ama Q Gossipnya...untung ama kamu..Ga kebayang kalo pergi ama bebekers, mereka pasti lebih asyik mantengin sesamanya ya...hehehehehe