Halaman

Sabtu, 02 Agustus 2008

Pelabelan orientasi seksual


Sebagai orang yang belajar ilmu tentang manusia, gue sebenernya ngga setuju dengan yang namanya pelabelan manusia. Tapi di lain pihak, di dunia gue itu pelabelan sangat dibutuhkan. Karena di dunia profesionalisme semua hal perlu dikasih nama demi penghematan waktu, tenaga, dan biaya.

This thought occur to me ketika gue asik browsing internet dengan key ”lesbian”. Satu-satu web gue datangi dan berusaha mengerti apa yang dibahas di setiap web. Tapi kenyataannya ngga ada yang sesuai dengan yang gue cari.

Kita tinggal di negara yang memiliki norma serta ajaran agama yang sangat tinggi. Ngga usah gue jabarin lagi dimana letak pertentangan hal ini dengan kata ”lesbian”. So, let’s take a peek on this word definision.

Lesbian: Homosexuality among women
Homosexual: 1. Sexual intercourse between members of the same sex 2. Sexual attractions for members of the same sex (Chaplin, 1985)

Dimana letak batasannya? Apa fair satu buah intercourse atau rasa tertarik dengan satu orang sesama jenis menyebabkan dirinya dilabelkan dengan homoseksual?

Ada yang sadar ngga sih kalo banyak juga para ”lesbian” ini yang sebenernya ngga masuk ke kategori label ”lesbian” itu sendiri? Gue dikelilingin oleh banyak perempuan yang menyukai sesama jenis tapi punya rencana berkeluarga dan menikah dengan laki-laki. Hal ini juga belum bisa disebut terpaksa karena pada kenyataannya tinggal di negara ini memang menyebabkan seseorang akan tetap berpegang teguh dengan nilai leluhur maupun ajaran agamanya.

Do they like other women? Yes they do.
Do they like other men? Yes they do.
Can they have relationship with other women? Not really.

Terus kita mau masukkan lagi mereka ke label Biseksual. Of course they dont fit karena sebenarnya itu bukan orientasi seksual mereka yang sebenarnya. Siapa yang tau kalo wanita yang mereka cintai itu memang cuma satu-satunya dan ngga akan mungkin ada wanita lain yang bisa dia cintai? Kalau nantinya dia memang jatuh cinta dengan seorang laki-laki, menikah, and never look back, what is she?

Mungkin emang ngga akan pernah ada pelabelan yang perfect untuk suatu kondisi. Mungkin juga sebenarnya sudah seharusnya ada label untuk kondisi seperti ini.
As far as I know, di negara yang sangat timur ini masih banyak perempuan yang me’label’kan dirinya lesbian, padahal bukan.

Ingat, Freud said that sexual orientation is fluid. Now how can you lable something fluid.

Tidak ada komentar: